Ketika sedang sibuk memberi nilai untuk siswa2 saya , saya tiba-tiba sadar ketika iseng memperhatikan deretan tanda-tangan mereka.. kok gak ada satupun yang menunjukkan nama mereka? gak ada satupun dari tanda-tangan itu yang saya kenali namanya...
saya mengambil kesimpulan, memang sepertinya tanda-tangan kita(orang indonesia kebanyakan)
bukan mencerminkan nama mereka, beda dengan tanda-tangan orang luar(barat) mereka cenderung membuat coretan tanda-tangannya dengan hanya melukiskan namanya dengan simple...mudah dibaca dan ditiru... aneh juga kesimpulan ini.... mulai gak logis.
inget dulu ketika kecil, ketika ibunda saya mengajari untuk membuat tanda-tangan... waktu itu beliau bilang, 'tanda-tangan itu bakalan jadi identitas kamu seumur hidup', beliau lalu melihat coretan yang saya buat dengan oretan yang terbaca jelas 'tito.d'. tapi dia gak setuju, dan menjelaskan 'tanda tangan kamu terlalu mudah untuk ditiru orang lain, nanti pasti bisa di palsuin sama orang lain'.
Jelas dari kecil-pun kita sudah ditanam dalam jiwa kita...kalo kita jangan mudah percaya sama orang lain... masa-masa yang masih kosong sudah diformat sedemikian rupa... "ketidakpercayaan dengan orang lain" dan tanpa disadari ini melekat erat dalam diri kita sendiri...
semenjak itu sampai saat ini sayapun masih menggunakan tanda-tangan itu dengan sedikit 'lekukan' biar orang gak bisa menirunya sebagai sarat aja....(walaupun mungkin masih mungkin untuk ditiru).
contoh kongkritnya begini, kita ke pasar untuk beli sesuatu, sepatu misalnya...
kita akan memeriksa sepatu itu, dari kualitas dan modelnya. setelah itu menawar dengan harga separuh... dan proses tawar menawar kita dengan penjual bisa terjadi dalam jangka waktu 1 jam... karena apa? kita punya rasa ketidakpercayaan dengan sang penjual, ketika kita tau sepatu itu bagus, keliatan kuat... tapi tetap kita gak bisa percaya kalo harga jualnya sebesar itu, dan kita gak percaya kalo penjual itu hanya ngambil untung mungkin sedikit...
dan akhirnya mungkin kita gak jadi membeli sepatu itu...
kata Rhenald Kasali, negara high-trust-society, seperti japan, amerika,inggris, yang memang rata-rata sudah tinggi tingkat kemakmurannya lebih mudah dalam melakukan transaksi jual-beli. mereka cuma bertanya tiga hal: mengapa dijual, apakah ada kerusakan, dan berapa harganya. Kalau mereka suka, mereka tidak menawar, langsung angkat. Dalam kepala mereka, kalau barang ini rusak maka mereka akan kembalikan segera. Mereka percaya bahwa orang lain dapat dipercaya, dan kalau mereka menipu mereka akan ditangkap polisi, diadili, dan dijatuhi hukuman.
dengan rasa kepercayaan kita dapat menjadi lebih maju dan makmur, kata Rhenald Kasali
tapi Kepercayaan itu memang sesuatu yang mahal harganya, karena keperayaan kita dengan orang lain gak bisa tergantikan lagi bila kita sudah mulai melanggarnya sedikit, lenyap semua kepercayaan itu. mahal karena membangunnya tidak mudah...
dengan rasa saling percaya, tidak akan ada pertentangan, pertikaian, dan perang.
karena semuanya saling percaya dan menjaganya...
kita bsa lakukan semuanya dengan hal kecil, seperti tepat waktu.
itu cukup...
*topik hangat minggu ini (hehehe)
big thx to Rhenald Kasali...