Discover fascinating and informative short stories on our blog. From historical events to natural world facts, our random stories will captivate you. Read now and expand your knowledge in a fun and enjoyable way!

Selasa, 02 Juni 2009

9

Selasa, Juni 02, 2009 Posted by Tito No comments
....continued


Semua unggas tahu pentingnya istilah "kabar burung." Istilah yang sangat mendebarkan. Terakhir kali sebuah kabar burung berdebar, adalah setahun sebelum Raja Singa mengundurkan diri dan Simba, penerusnya, pergi dari dunia binatang. Sayanganya, kabar burung hanya dapat dimengerti oleh keluarga besar para unggas....... dan Naga tentu saja.

Jadi ketika Bunda Angsa menoleh perlahan ke arah Capung dan Kura-kura, ia tahu, lagi-lagi ini kali ia harus menahan diri untuk tidak memberitahu kabar burung terbaru kepada si Bebek.

Konon, dalam setiap kesempatan kabar burung terdengar, satu unggas harus dikorbankan, dan Naga harus dibangunkan. Tapi tentu saja mungkin itu hanya mitos. Karena pada saat kabar burung sebelumnya terjadi, tidak ada satupun unggas yang tewas. Dan Naga? Sampai sekarang, tidak banyak hewan yang benar-benar pernah melihatnya. Pengakuan hewan-hewan yang pernah melihatnya pun tidak terlalu dapat dipercaya. Ular? Ah, dia juga pernah bilang bahwa dia dapat tidur sepanjang musim panas dan dingin satu tahun penuh. Konyol sekali. Kumbang? Dengan mata kecilnya dan sayap lemahnya apa benar ia pernah benar-benar bertemu Naga yang sedang terbang di langit? Melompati pohon kebijaksanaan saja sudah menguras habis nafasnya.

Lalu Bunda Angsa kembali memperhatikan Bebek. Dalam hati ia mendesah. Bebek ini adalah satu-satunya unggas yang seharusnya sudah mendengar mengenai kabar burung ini, namun tampaknya ia akan menjadi unggas terakhir yang tahu. Semua karena insiden ciuman dengan si babi kecil itu.

Di perjalanan, larva capung dari dalam danau berteriak pada Capung. "Hsssuuuuui!" Capung segera menoleh, "ada apa Dik?" Larva capung segera mengeluarkan bunyi-bunyian aneh yang segera ditanggapi dengan seru oleh si Capung, "Oh ya? Hah? Lagi-lagi! Kamu yakin"

Para binatang di rombongan kecil itu terpaksa menghentikan langkah mereka dan menunggu Capung menyelesaikan pembicaraannya.

Tak lama, Capung kembali kepada mereka, dan setengah meminta maaf. "Aku harus pergi. Ada masalah dengan hujan, dan kami harus mulai membujuk awan lagi. Merepotkan!" Keluhnya.
"Bi..bi..cara dengan Hujan?" Pelikan tiba-tiba tergagap. "Aku juga mau ikut ya!" Pelikan setengah menjerit.

"Pelikan,,ini bukan main-main! Aku harus terbang ke sisi atas timur gunung! Kamu yakin bisa mengikuti aku terbang dengan kecepatan tinggi?" Capung mengepakkan sayapnya lebih cepat lagi.

"Aku sangat-sangat-sangat pintar terbang dengan kecepatan super! Ayolah, Capung! Aku sangat ingin bicara dengan hujan!" Pelikan memelaskan suaranya. Namun Capung tak terlalu peduli, dan hanya berbisik setengah menantang, "Aku takkan menunggu."

Tanpa membuang waktu lagi, mereka segera terbang ke langit dan menghilang di balik daun-daun pohon Eek yang agak keemasan karena kilai sinar matahari yang terpantul dari Danau.

Tiba-tiba Bunda Angsa segera menekan si Kura-kura dalam tempurunganya dan mengikatnya dengan tali yang dibawanya dalam keranjang belanjanya. "Bunda!" Pekik Bebek dan Soang terkejut.

"Soang, segera bawa Kura-kura ke Pantai Bakau dan beritahu pada Ayahnya bahwa Kabar Burung telah tiba! Kecuali, ia ingin Para Elang memakan semua bayi Penyu dan menggores tempurung mereka, ini waktu bagi mereka untuk berjalan di bawah pasir! Cepat!" Bunda Angsa terlihat menakutkan dengan suaranya yang begitu tegas. Belum pernah dalam satu masa hidup Bebek, ia melihat Bunda Angsa bersikap sedemikian rupa, bahkan dalam latihan tari paling sulit sekalipun.

"Bunda?" Bebek terlihat bingung.

"Cepat ikuti aku." Angsa putih itu membuka sayapnya yang seolah berkilau keperakan dan megah, dan mulai terbang ke tengah Danau Kilau Cahaya.

Bebek yang dalam keadaan terburu-buru dan bingung, membuka sayapnya, dan setengah terjatuh ke air , sebelum ia dapat menstabilkan berat tubuhnya di atas angin, dan mengisi penuh paru-parunya dengan udara.

Dan mereka berhenti untuk diam menduduki air di tengah Danau.

Lalu Bunda Angsa mulai bicara. "Rapat dunia binatang sudah mulai. Namun kita, bangsa unggas, memiliki rapat kita sendiri, bahasa kita sendiri dan dunia kita sendiri. Tidak ada satupun di antara para binatang besar yang mampu hidup di antara tanah dan angin kecuali kita. Para serangga lebih memilih untuk menghamba pada kehidupan alam, dan melayani binatang lain. Tapi kita memiliki kesombongan tersendiri yang membuat kita berbeda."

Bebek tidak terkejut, mendengarnya, ini adalah salah satu bab yang tertulis di buku pelajarannya saat ia mulai bersekolah dahulu. Tapi ia merasa bulu ekornya berdiri, ia tahu kemana ini akan membawanya. Kabar Burung, dan Si Pembawa Kabar Bayangan. Bebek hanya menelan ludahnya dan menggerak-gerakkan kakinya di bawah air cemas.


to be continued......

0 komentar:

Posting Komentar

say something....